Allah itu Maha Mendengar. Hal ini bagus sekali dipelajari dari kitab Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani berikut ini, dan ini penjelasan ringkas dari Rumaysho.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
الوَاحِدُ الصَّمَدُلَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلاَ وَلَدٌ جَلَّ عَنِ المَثِيْلِ فَلاَ شَبِيْهَ لَهُ وَلاَ عَدِيْلَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ العَلِيْمُ الخَبِيْرُ المَنِيْعُ الرَّفِيْعُ
- Allah itu Maha Esa, Allah itu Ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya), yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang mencegah dan Mahatinggi.
Allah itu As-Samii’
Nama Allah As-Samii’ adalah nama yang banyak terulang dalam Al-Qur’an sampai disebutkan dalam 50 tempat. Seperti dalam ayat,
وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 134).
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syura: 11).
Kata Imam Al-Khatthabi, As-Samii’ bermakna Yang Maha Mendengar dan punya kandungan sifat yang luar biasa. Kata As-Samii’ termasuk dalam kata mubalaghah (bermakna maha). Seperti kata ‘Aliim dari ‘aalim, mengetahui atau Qadiir dari qaadir, punya kuasa.
Maksud Allah Maha Mendengar
Sifat mendengar ini mencakup seluruh makhluk yang didengar oleh Allah. Setiap suara baik di langit dan di bumi didengar oleh Allah baik yang lirih maupun yang dikeraskan, yang Allah dengar seperti satu suara, tidak bercampur suara yang satu dan lainnya. Allah pun mendengar setiap bahasa dan memahaminya. Dia pun mendengar suara yang dekat maupun jauh. Suara yang sirr (lirih) dan yang ‘alaniyah (keras) pun sama di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman,
سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ
“Sama saja (bagi Rabb kalian), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.” (QS. Ar-Ra’du: 10).
Dalam ayat lain disebutkan,
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mujadilah: 1).
Dalam hadits shahih disebutkan,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى وَسِعَ سَمْعُهُ الأَصْوَاتَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ( قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِى تُجَادِلُكَ فِى زَوْجِهَا)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya begitu luas sampai berbagai suara pun terdengar. Kemudian turunlah firman Allah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya.” (HR. Bukhari, no. 7385).
Dalam bab yang sama dengan hadits di atas, Bukhari juga menyebutkan,
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا فَقَالَ « ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا قَرِيبًا»
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam safar. Lalu jika kami melewati tempat menanjak, maka kami pun bertakbir. Beliau pun lantas bersabda, ‘Bersikap lemah lembutlah terhadap diri kalian dan pelankan suara kalian karena kalian tidaklah berdoa pada sesuatu yang tidak mendengar dan tidak ada. Kalian sedang berdoa pada Allah Yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Dekat.’” (HR. Bukhari, no. 7386).
Dua Macam Sifat Mendengar bagi Allah
Ada dua macam sifat mendengar bagi Allah:
Pertama: Mendengar dengan maksud mendengar suara yaitu segala suara baik yang lahir maupun batin, baik yang jelas maupun yang tersembunyi, Allah mengetahui itu semua.
Kedua: Mendengar dengan maksud mengabulkan (memperkenankan) setiap permintaan dan doa dari hamba, juga memberikan balasan pahala. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (QS. Ibrahim: 39).
Begitu pula ketika seseorang shalat, ia mengucapkan,
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
“Allah memperkenankan permintaan orang yang memuji-Nya.”
Mendengar dengan maksud mendengar suara ada tiga maksud:
Pertama: Sebagai ancaman. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ
“Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az-Zukhruf: 80). Mendengar di sini bermakna tahdid(ancaman).
Kedua: Dengan maksud menolong. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
“Allah berfirman, ‘Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat’.” (QS. Thaha: 46). Maksud mendengar di sini adalah Allah menolong Musa dan Harun.
Ketiga: Maksudnya adalah mendengar yang sifatnya meliputi. Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mujadilah: 1). Maksud mendengar di sini adalah Allah mendengar setiap suara dan keluhan.
Perenungan Nama Allah As Samii’
Jika seorang hamba mengimani nama Allah Yang Maha Mendengar, maka ia akan berusaha menjaga lisan dan setiap ucapannya. Ia akan selalu mengisi waktunya dengan dzikir dan bersyukur pada Allah Ta’ala. Ia pun akan banyak meminta kepada Allah. Ketika berdoa, ia pun bertawassul dengan nama Allah tersebut supaya bisa menggapai harapannya dan diberi apa yang diminta. Dan banyak dalam Al-Qur’an, para nabi bertawassul dengan nama Allah ini. Seperti doa Nabi Ibrahim,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (QS. Ibrahim: 39).
Begitu pula perkataan Ibrahim dan Isma’il,
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (QS. Al-Baqarah: 127).
Dan setiap doa yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah. Lihatlah bagaimana doa Nabi Yusuf ketika ia selamat dari godaan wanita,
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 34). Dalam ayat ini ditutup dengan nama Allah As-Samii’.
Allah pun memerintah untuk meminta perlindungan dari godaan setan dan Allah ingatkan pada hamba-Nya bahwa Dia Maha Mendengar,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat: 36).
Pengaruh Beriman dengan Nama Allah As-Samii’
Pertama: Penetapan bahwa mempunya sifat mendengar sebagaimana yang Allah sifatkan pada diri-Nya sendiri.
Kedua: Sifat mendengar dari Allah berbeda dengan makhluk-Nya.
Ketiga: Allah mengingkari orang musyrik yang menyangka bahwa Allah tidak mendengar rahasia dan suara berbisik-bisik. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَٰكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fussilat: 22)
Keempat: Nama Allah As-Samii’ biasa digandengkan dengan nama Allah yang lain, hal ini menunjukkan bahwa Allah itu meliputi seluruh makhluk-Nya, tidak ada yang luput dari Allah sama sekali. Contoh dalam ayat disebut samii’un ‘aliim, samii’um bashiir, samii’un qoriib.
Kelima: Allah itu As-Samii’, Dia mendengar munajat hamba-Nya, Dia mengabulkan doa yang dipanjatkan ketika darurat dan menghilangkan kesulitan, serta menerima setiap bentuk taat.
Maka kadang di dalam doa para nabi seperti Ibrahim dan Ismail disebutkan seperti berikut,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖإِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 127)
Semoga bermanfaat, masih lanjut dengan nama Allah Al-Bashir.
Referensi:
- An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi. hlm. 158-163.
- Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah. hlm.151-155.
- Syarh Asma’ Allah Al-Husna fi Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah. Cetakan ke-12, Tahun 1431 H. Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani. Penerbit Maktabah Malik Fahd. hlm. 58-59.
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
Baca juga artikel berikut:
—
Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Selasa siang, 22 Muharram 1440 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com